Sunday, May 25, 2014

[CHAPTERED STORY] Pyscho Diary (Chapter 1)

WARNING! Cerita ini mengandung unsur gore, kegilaan dsb. jadi disarankan tidak membaca ini untuk orang-orang bermental lemah.
----------------
Psycho Diary 

Pernahkah kau merasakan kebencian yang amat sangat? Aku pernah.
Aku benci semua hal yang dia lakukan, entah itu baik atau buruk. Aku benci caranya berpikir, caranya bicara, caranya hidup. Aku benci semuanya. Aku benci bagaimana dia berubah emosi. Tapi, aku juga mencintainya.
Aku ingin menyiksanya. Aku ingin melukainya. Aku ingin menghilangkan dirinya dari hadapanku. Dia, yang dulu kuanggap sebagai orang paling berharga di hidupku. Orang yang mengkhianatiku dan membuangku begitu saja, harus hancur dengan tanganku sendiri.
Aku harus memikirkan suatu cara untuk membuatnya menyesal telah membuangku dan mengkhianatiku. Aku akan membuatnya hancur dari dalam dan luar. Ah, aku ingat. Dia memiliki kelemahan besar. Ya, keluarganya. Aku akan menghancurkan keluarganya, bagaimanapun caranya.
Pertama, aku akan mulai dari ayahnya. Di tempat ayahnya bekerja, aku menunggu di luar sampai jam kerja selesai. Lalu aku mengikuti ayahnya dan memukulnya tepat saat dia turun dari kendaraannya. Sangat menyedihkan, dari kepalanya mengalir darah segar dengan luka tanda pukulan besi. Yah, apa boleh buat. Anakmu lah yang salah.

Aku seret tubuhnya ke kendaraanku dan kubawa ke rumahku. Di sana aku membunuhnya dengan menancapkan pisau dapur ke kepalanya berkali-kali, ah... sepertinya aku merasakan pisau itu menembus tulang dan otaknya tertusuk. Pemandangan yang sangat mengerikan, namun bagiku itu juga sangat indah. Aliran cairan merah menelusuri kerutan-kerutan di wajahnya yang pucat tak bernyawa, dan di puncaknya tertancap sebilah pisau mengkilap berlumur darah segar. Matanya yang hampa mengarah padaku, sangat indah bagai mutiara hitam.
Sayangnya aku tidak bisa menikmatinya lebih lama lagi, aku harus menyelesaikan misiku. Aku sempatkan diri untuk memotong kepala dan tangan orang itu. Aku memasukkan tangannya di lemari besi ku. Sangat cocok untuk tempat penyimpanan barang berharga, bukan? Tubuhnya kubawa ke rumah sakit untuk didonorkan. Kuletakkan kepalanya di depan rumahnya, di atas kendaraan yang dipakai ayahnya itu.
Aku bersembunyi, tentu saja di tempat yang aku bisa melihat kepala ayahnya itu dengan baik. Lalu aku menelepon orang itu dari ponsel ayahnya, benar-benar suara yang dulu aku sangat sayang. Aku meminta dia pergi ke luar dengan suara yang di rendah-rendahkan. Setelah kumatikan, kulempar ponsel itu ke arah kendaraan itu, menunggu dia keluar untuk melihat pemandangan indah itu.
Ah, dia telah keluar. Ekspresinya yang terkejut itu sangat indah, sangat menawan, sangat kubenci. Aku ingin tertawa lepas saat dia mulai menangis. Betapa bahagianya diriku. Kenapa kau begitu indah saat kau menderita? Aku tidak sabar lagi untuk melihat ekspresimu kelak, saat aku menghilangkan orang-orang yang berharga di hidupmu satu per satu, seperti kau juga menghilang dari hidupku. Tenang saja, aku akan buat momen-momen ini sangat lama dan berarti untukmu. Pengalaman yang akan selalu kau ingat seumur hidupmu, walaupun.. umurmu tidak akan panjang lagi.

Ah.. sudah dua hari sejak kematian ayahnya.. tapi wajahnya masih sesuram saat ia melihat tubuh tak bernyawa ayahnya. Matanya menjadi gelap dan kosong, dan lebih waspada dari sebelumnya. Kantung mata yang sangat gelap menghiasi wajahnya. Pemandangan yang menyedihkan sekaligus menyenangkan.. Akhirnya dia mengalami hal yang terjadi padaku.. tapi tenang, semua ini belum selesai. Aku masih akan melanjutkan misiku. Jangan khawatir..
Hari ini aku akan menargetkan saudaranya. Saudaranya yang sangat mirip dengannya, seperti versi kecil dirinya. Dia tampaknya masih sekolah dasar. Aku menunggunya di depan gerbang sekolahnya, menunggu dengan sabar sambil membeli jajanan. Hah, sudah lama aku tidak membeli makanan dan minuman seperti ini. Sejak kejadian itu, aku tidak sekolah lagi. Ya.. untuk apa? Aku hanya akan menghancurkan diriku sendiri.
Akhirnya bel tanda pulang sekolah berdering. Segerombolan anak kecil keluar dari pintu-pintu itu. Sejujurnya, aku benci anak kecil. Mereka, dengan wajah yang masih polos, merayu orang dewasa untuk menuruti keinginan mereka. Munafik. Mereka pun tidak tahu bagaimana mereka nanti setelah dewasa. Aku ingins sekali menghilangkan mereka satu per satu, tapi sekarang tidak bisa. Ya, misi ku belum selesai.
Setelah beberapa saat, akhirnya anak yang aku tunggu-tunggu keluar. Wajahnya benar-benar mirip dengan kakaknya itu. Keadaannya pun sama. Kantung matanya juga gelap sekali. Tampaknya dia sudah tahu tentang ayahnya. Tenang saja, dik. Sebentar lagi kau tidak akan perlu menderita lagi. Kau akan mengalami tidur yang panjang dan tenang, mungkin dihiasi dengan mimpi indah..
Aku mengikutinya dengan mobil saat dia berjalan pelan menuju rumah. Tampaknya dia memang terbiasa pulang berjalan kaki. Dari jarak jauh aku melihatnya lekat-lekat, menunggu sampai kami berada di tempat sepi. Akhirnya setelah lima menit, jalanan yang kami lalui semakin sepi. Aku memanfaatkan kesempatan itu. Dengan cepat aku menabraknya dari belakang. Dia terjatuh di tanah dengan suara yang agak keras. Dia ternyata masih sadar dan ingin berteriak, untungnya aku membawa obat bius. Kusuntikkan obat itu ke tubuhnya yang kecil. Dia semakin lemah dan lemah, sebelum akhirnya dia tertidur pulas. Ku masukkan dia ke dalam mobil dan kubawa ke rumah ku. Aku tidak sabar untuk memikirkan caraku membunuhnya... hihi.
Sesampainya di rumah, aku langsung membawa tubuhnya ke ruang tamu. Aku dudukan tubuhnya yang mungkin di sofa itu. Untuk sesaat, wajah kakaknya terbayang di benakku. Benar-benar mirip dengan dirinya.. menambah nafsuku untuk membuat dia menghembuskan napas terakhirnya.
Aku segera mengambil pisau panjang yang kugunakan untuk menusuk kepala ayahnya. Tapi aku tidak mau menggunakan cara yang sama, nanti bisa membosankan.. apa aku harus menyetrumnya dulu? Atau mencungkil keluar kedua bola matanya? Ah.. aku benar-benar bersemangat. Aku akhirnya memutuskan untuk menenggelamkannya di bak mandi ku. Tapi sebelum itu, aku memotong nadi di tangannya sehingga air di bak mandi dengan cepat berubah warna dari bening menjadi merah yang sangat indah. Aku sempatkan diri mengabadikan kejadian indah itu dengan kameraku, lalu setelah itu aku meninggalkan ruangan itu selama satu jam. Sementara menunggu dia kehilangan nyawanya, aku pun memasak makan siang untukku sendiri. Hari ini menu makan siangnya adalah lasagna. Ah.. warna merah itu benar-benar indah.
Setelah makan siang ku selesai, aku merapikan dapurku dan bergegas menuju kamar mandi. Wow, pemandangannya terlihat semakin indah dengan memutihkan tubuh anak itu. Tampaknya darah merah ditubuhnya sudah hampir habis, jadi segera aku angkat dari bak itu. Lalu aku mencungkil keluar kedua bola matanya yang berkilauan itu dan kusimpan di botol besar. Sangat indah sekali, kedua bola mata itu bergerak-gerak cepat saat aku mengocok botol itu. Ah, aku hampir lupa dengan tubuhnya. Segera saja aku seret tubuh itu ke dapur. Dengan pisau panjang itu, aku memotong-motong setiap bagian tubuhnya. Lalu aku masukkan semua kedalam kotak, kutambahkan wewangian parfum dan kukirim ke alamat rumahnya. Pasti dia kaget dengan kejutan apa yang akan menanti di depan rumahnya... hahaha!

0 comments:

Post a Comment