WARNING! Contains slash (boyxboy), sama sekali tidak ada hubungannya dengan dunia nyata. Terpaksa karena alasan yang sama dengan cerita sebelumnya.
The Last Train
.
.
“Ah sial, aku terlambat !” batin laki-laki bermata besar itu
sambil melirik cepat jam silver yang melingkar manis di tangan kanannya. Ia
mempercepat langkahnya menyusuri lorong demi lorong stasiun kereta itu, setengah berlari, menyuarakan decitan sepatu
hitamnya yang seakan memecah keheningan malam kota London di awal musim dingin,
tepatnya awal November. Jaket hitam
tebal yang ia kenakan saat itu tidak dapat memperlambat gerakan kaki pendeknya,
menandakan betapa terburu-burunya dia mengejar kereta untuk pulang.
Sayangnya, dewi keberuntungan sedang tidak berpihak padanya,
seorang Do Kyungsoo.
“Oh God..” ucapnya
nanar saat melihat kepergian kereta tersebut. Napasnya memburu, menghasilkan
asap putih tipis keluar dari mulutnya yang segera hilang di detik berikutnya.
Tubuhnya seakan membeku di tempat, masih memulihkan penat di kakinya yang
sedari tadi berjalan cepat itu.
Ia menatap ke sekelilingnya, sudah hampir tidak ada orang kecuali petugas di sana, serta, seseorang yang sedang duduk di bangku kayu panjang, menengadah ke langit yang kelam. Di bawah kursinya terlihat sebuah kotak yang tidak terlalu besar berisi berbagai macam barang.
Kyungsoo menatap sesaat laki-laki yang tampak berasal dari
negara yang sama dengan dirinya itu. Ia berkulit agak gelap dan tubuhnya
terlihat tinggi, sangat kontras dengan Kyungsoo. Kyungsoo ragu-ragu berjalan
mendekat, ingin bertanya apa yang sedang ia lakukan di sana.
“The last train will
arrive in fiveteen minutes..” ucap laki-laki itu datar sambil masih
menenggelamkan pandangannya pada langit bertabur bintang, enggan mengalihkan
wajahnya pada Kyungsoo. Kyungsoo menatap laki-laki itu heran, lalu perlahan
menghampiri sosok itu.
“..yeah,” jawab
Kyungsoo sekenanya. Laki-laki itu menggeser posisinya, seakan menawarkan
Kyungsoo untuk duduk di sebelahnya, yang diterima dengan baik oleh Kyungsoo.
Deritan kecil terdengar saat Kyungsoo duduk, menandakan betapa heningnya malam
yang gelap itu. Lampu-lampu masih setia menerangi, serta bunyi jam dinding
menghiasi suasana sepi.
Kyungsoo menatap lekat wajah laki-laki di sebelahnya, wajah
yang sangat tenang dan datar. Tidak dapat dipungkiri bahwa wajahnya termasuk
tampan. Matanya yang tegas, rahangnya yang tajam, lehernya yang panjang, serta
kulitnya yang eksotis menambah pesonanya.
“..namaku Kai,” ucap laki-laki tinggi itu dengan bahasa
korea yang tidak asing di telinga Kyungsoo sambil mengalihkan pandangannya ke
arah Kyungsoo. Kyungsoo sontak terbangun dari lamunannya dan mengedip beberapa
kali, sebelum akhirnya ia menjawab balik.
“Kyungsoo. Do Kyungsoo,”
Keheningan kembali melanda mereka yang sibuk dengan pikiran
masing-masing.
“Jadi.. apa yang kau lakukan di sini, Kai ?” tanya Kyungsoo
memecah keheningan. Kai menatap sepatu hitamnya kosong, seakan tidak berniat
menjawab. Kyungsoo memilih untuk diam, tidak tahu harus berbicara apa lagi.
“..Aku menunggu kereta terakhir. How about you ?” tanyanya balik sambil menatap Kyungsoo. Ia meneguk
sekaleng minuman soda yang sedari tadi digenggamnya, menunggu jawaban.
Sedangkan Kyungsoo merasa senang bukan hanya dia yang berusaha membuat
percakapan di sini.
“Tentu saja menunggu kereta juga,“ jawab Kyungsoo sambil
tersenyum. Kai sedikit membelalakan matanya saat melihat senyum Kyungsoo, lalu
segera mengubah wajahnya menjadi datar kembali.
“Oh, begitu..” ucap Kai pelan seraya mengalihkan
pandangannya lurus ke depan.
“..Kyungsoo-ssi,” lanjut Kai setelah keheningan berlangsung
beberapa saat. Kyungsoo bergumam menanggapinya.
“What do you think..
about your purpose driven life ?”
kata Kai menyelesaikan kalimatnya seraya menengadah ke langit lagi, membuat
Kyungsoo mengernyitkan dahinya sesaat.
“Well, entahlah..
Aku belum memikirkan sampai sejauh itu. Maybe..
love?” jawab Kyungsoo sambil mengangkat bahu dan ikut menatap langit malam
London yang gelap dan bertabur bintang gemerlap. Kai mendengus dan tertawa
kecil saat mendengar jawaban Kyungsoo.
“Wha- ternyata kau
sangat naïf, hahaha,” ucap Kai sambil tertawa. Tawanya semakin keras saat ia
melihat Kyungsoo mengembungkan pipinya dan menatapnya kesal.
“Whatever ! Aku
percaya adanya cinta sejati,” sergah Kyungsoo dengan nada kesal, lalu secara
dramatis membuang muka. Tentu saja, itu membuat Kai tertawa semakin lama dari
yang seharusnya, memecah keheningan malam desember itu.
“Okay fine, pardon me
before, aku hanya tidak menyangka masih ada orang sepertimu di dunia ini,”
kata Kai setelah ia puas tertawa. Ia tersenyum lebar, membuat Kyungsoo sedikit
membesarkan matanya.
“Ada apa?” tanya Kai menanggapi tatapan mata Kyungsoo yang
terlihat kaget itu.
“Tidak.. hanya saja, kau terlihat tampan saat tersenyum,”
jawab Kyungsoo jujur, yang membuat Kai kaget akan jawabannya dan terdiam.
Beberapa detik kemudian akhirnya Kyungsoo sadar akan jawabannya yang kelewat
jujur dan menutup wajahnya, menyembunyikan pipinya yang merah karena malu.
Membuat Kai tersenyum lebar dan menarik tangan Kyungsoo dari wajahnya.
“Haha, terima kasih. Kau juga manis saat tersenyum,
Kyungsoo,” goda Kai sambil menatap senang wajah Kyungsoo yang semakin merah.
Kyungsoo memukul pelan lengan Kai, memintanya untuk berhenti. Kai tertawa
kecil, lalu mengacak rambut Kyungsoo gemas. Mereka membicarakan banyak hal,
seperti pekerjaan, hobi dan umur mereka, yang membuat kedua pihak kaget dengan
fakta bahwa Kyungsoo lebih tua daripada Kai. Mereka tertawa akan lelucon yang Kai lontarkan,
bukan karena lucunya, tapi karena betapa garingnya lelucon itu. Ada juga saat
dimana Kai mengatakan Kyungsoo keibuan karena pekerjaannya sebagai chef, juga
Kyungsoo mengatakan Kai kekanakan karena suka bermain game. Mereka bahkan
sempat bertukar nomor ponsel dan alamat rumah.
Tiba-tiba terdengar suara announcer memberitahukan bahwa kereta terakhir akan segera sampai
satu menit lagi.
“Oh well, sudah datang rupanya,” Kai bergumam pelan seraya
menatap kea rah rel kereta, lalu melepas tangan Kyungsoo dan tersenyum lembut
padanya.
“Senang berkenalan denganmu, Kyungsoo hyung. Tapi.. kurasa
ini pertemuan terakhir kita,” ucap Kai dengan nada kesedihan yang purba.
Kyungsoo mengernyitkan dahinya bingung.
“Hah? Pertemuan terakhir ? Bagaimana kalau kita bertemu
lagi, this Saturday?” ajak Kyungsoo
seraya menarik pelan ujung jaket Kai. Kai tersenyum sedih, menggeleng pelan
lalu bangkit berdiri.
“Sorry, Kyungsoo.. I
can’t..” jawabnya lirih namun masih terdengar oleh Kyungsoo seraya berjalan
mendekat ke arah rel kereta api. Kyungsoo ikut bangkit dan menghampirinya.
“Memangnya kenapa ?” tanya Kyungsoo dengan wajah dan nada
bingung. Kai diam, tidak berniat menjawabnya. Lalu, ia berbalik menghadapnya.
“..Anyway, terima
kasih kau telah membuatku senang, Kyungsoo-ah,” ucap Kai sambil berjalan ke
belakang perlahan, sedangkan lampu kereta telah terlihat dari kejauhan.
Kyungsoo mengernyitkan dahinya, masih bingung apa yang Kai maksudkan.
“Tolong jangan bilang ini pada siapapun, arra ? Bilang saja
kau tidak melihat,” lanjutnya dengan senyum kecil, sementara kakinya telah
melewati garis aman. Kyungsoo melebarkan matanya, akhirnya mengerti apa yang
akan Kai lakukan sesaat lagi. Bunyi kereta telah terdengar cukup jelas,
pertanda akan segera melewati rel kereta itu beberapa detik lagi.
Sesaat berikutnya, terjadi hal yang Kyungsoo sama sekali
tidak pikirkan akan terjadi malam itu, di depan matanya sendiri.
Kai menjatuhkan diri sendiri ke arah rel kereta tersebut. Terlihat
jelas senyuman lebar terpantri di wajahnya, dikhususkan untuk Kyungsoo seorang.
Kyungsoo berlari, berusaha meraih tangan Kai, namun terlambat.Belum sampai
tubuh Kai jatuh ke tanah, tubuhnya telah tertabrak hidung kereta yang melaju
cepat itu. Kyungsoo membelalakan matanya, tangannya yang dari tadi berusaha
meraih Kai kaku. Tubuhnya bergeming di tempat, tidak bergerak. Dunia seakan
tidak memiliki suara sama sekali kala itu.
Kereta tersebut akhirnya melambat, lalu berhenti. Pintunya
terbuka perlahan, seperti mengundang Kyungsoo untuk masuk. Kyungsoo berbalik ke
bangku kayu tadi dan membawa kotak milik Kai masuk ke dalam gerbong kereta itu,
hanya terdapat beberapa orang di sana. Ia duduk di ujung gerbong yang kosong. Ia
letakan kotak itu di sampingnya. Matanya menatap sepatu hitamnya, sementara
mulutnya terkatup rapat. Tubuhnya seakan membeku. Sesaat kemudian, setetes air
mata jatuh dari pelupuk matanya. Mulutnya bergetar hebat, diiringi
isakan-isakan pelan. Lalu ia terjatuh dari bangkunya, memukul-mukul lantai
gerbong. Air matanya mengalir deras tanpa sanggup ia bendung. Ia berteriak
keras, sangat keras. Penumpang lain menatapnya bingung, sementara seorang
petugas menghampirinya dan menanyakan keadaannya. Kyungsoo tidak peduli. Ia
tetap menangis dan berteriak, memanggil-manggil nama Kai yang sekarang sudah
tidak berada di dunia ini lagi.
-
‘REST IN PEACE, KIM
JONG IN’
Pemakaman Kai atau Kim Jongin berlangsung ditengah hujan,
seakan langit juga ikut merasakan kepedihan mendalam seorang Do Kyungsoo saat
itu. Tidak banyak orang yang menghadiri pemakaman itu. Nyatanya, Kai yang
adalah seorang penari jalanan tidak memiliki teman dekat kecuali teman-teman
dance group-nya. Mereka pun terkejut saat Kyungsoo datang dengan membawa kotak
berisi barang-barang Kai. Kyungsoo hanya tersenyum kecil, lalu berbincang-bincang
sedikit dengan mereka. Setelah mereka pergi, Kyungsoo meletakkan payungnya di
depan nisan Kai dan tersenyum.
“Farewell, Kai-ah,” ucap Kyungsoo sambil meletakkan sebuah
bungkusan tipis di depan nisannya.
“You said you want a copy of GTA V, remember ? Here, I
bought it just for you,” lanjutnya sambil tersenyum, lalu mengigit pelan
bibirnya. Menahan tangis.
“..harusnya kau tidak begini, Kai-ah.. hiks..” akhirnya
butiran air mata menetes dari dalam pelupuknya. Ia menutup matanya. Tubuhnya
telah basah karena air hujan, tapi dia ‘tak peduli.
“..Kau pernah bilang kau suka ‘Part of The List’ by Ne-Yo, ‘kan?
Aku akan menyanyikannya untukmu..” Kyungsoo membuka mata, lalu duduk di tanah
merah yang basah.
“..Style of your hair, shape of your eyes and your nose.. The way you stare, as if you see.. hiks.. right through to my soul..”
Kyungsoo menyanyikan lagu itu dengan tersendat-sendat, diselingi isakan tangis
yang ‘tak kunjung berhenti. Ia menyanyikannya penuh perasaan, ia tatap foto
berbingkai Kai yang sedang tersenyum lebar itu dengan sedih.
“Our quiet time.. your
beautiful mind.. They're all part of the list, things that I miss.. hiks.. Things like your
funny little laugh or the way you smile.. hiks.. Maaf, Kai.. aku tidak bisa
menyelesaikannya.. hiks..” setelah itu, Kyungsoo menangis sejadi-jadinya di
depan makam Kai. Tubuhnya bergetar, entah itu karena kedinginan, tangisannya
yang keras ataupun kesedihannya yang ‘tak terbendung lagi. Sore itu, kota
London dilanda hujan yang sangat deras, seperti turut berduka akan kepergian
seorang Kai. Kai, orang yang baru saja ia temui lima belas menit lalu. Orang
dengan senyum paling manis yang pernah ia lihat.
End
0 comments:
Post a Comment